Aksi Kamisan Lantangkan Suara, Wujud Kritik terhadap Negara

Suara itu tak pernah redam, terus menggema di setiap sudut. Kamis, 28 agustus 2025, melintas di depan POLDA Jawa Tengah orang berdatangan menyuarakan keadilan untuk kesekian kali. Sekitar pukul 17.00 WIB secara bergilir menyampaikan orasi, puisi tentang bagaimana kondisi negara yang kian hari makin tidak berpihak kepada rakyat, tentang bagaimana represifitas aparat terus terjadi. Negara seakan akan menutup mata atas segala ketidakadilan yang terjadi.
“Ada beberapa kawan-kawan kita yang di jakarta yang ditangkap dan mendapat represifitas,” ujar Ibnu saat menyampaikan orasinya.
Melihat beberapa aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai wilayah beberapa bulan ini tak lepas dari penangkapan dan represifitas aparat kepolisian dengan dalih keamanan. Berbagai elemen masyarakat sipil berdatangan untuk menyampaikan suara keresahan dan mempertanyakan kebijakan yang mereka sahkan tetapi hal ini justru dibalas dengan berbagai tuduhan “provokator” sampai pada penembakan gas air mata. Hal ini tidak sesuai dengan dasar neagara yang secara jelas mengatur tentang kebebasan berpendapat.
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Begitulah bunyi UUD NRI 1945 Amandemen IV pasal 28E ayat (3). Kebebasan mengeluarkan pendapat diatur secara tegas oleh negara yang dalam artinya negara harus menjamin suara rakyat.
Selanjutnya konstitusi negara mengatur tentang keamanan rakyat, perlindungan terhadap warga negara dijamin di dalamnya.
“setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Bunyi Pasal 28G ayat 1.

Sekitar pukul 18.20 WIB datang seorang laki-laki paruh baya yang mengajak siswa STM untuk pergi.
Massa pun berdatangan untuk menanyakan kedatangan laki-laki itu yang mengajak siswa STM untuk pergi.
“Kepala sekolahnya udah nyari, udah nyari itu,” ujar laki-laki yang tidak diketahui identitasnya.
Salah satu peserta massa meredam dengan puisi dan nyanyian serta mengatakan bahwa yang mereka lakukan sore ini adalah perbuatan yang aman.
“Bagi siswa STM merapat kesini yok, menjelang maghrib disini lebih aman daripada kalian ditengah jalan,” ujar Fatkhan
Dilanjutkan dengan pembacaan puisi, orasi dari kawan-kawan massa dan ditutup dengan pernyataan sikap.

Penulis : Ardi Seila

Editor : Ika Nugraha

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *