Kelak, jika Pram tak Pernah Dibicarakan Lagi
Setiap orang pasti pernah berangkat dari perspektif awam tentang apa itu sastra? Khususnya yang berupa novel. Begitu pula dengan diri saya sendiri ketika dulu pertama kali masuk ke dalam jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Sebagai mahasiswa baru yang masih bau kencur, saya pun dulu pernah beranggapan bahwa berbicara tentang novel hanyalah seputar dunia fiksi. Dunia yang seakan-akan sangat jauh dan tak terjamah dari kehidupan manusia. Pemikiran seperti inilah yang membuat saya dulu iseng-iseng berhadiah sok jadi pengarang. Cukup dengan berkata, “Bebas la wong fiksi kok!” segala perdebatan perihal logika bercerita selesai dalam sekejap. Ya maklum, referensi bacaanya masih seputar cinta-cintaan yang itu-itu mulu. Entah, hal ini masih bisa diwajarkan atau tidak. Jelasnya, sebuah ke...