
Senin (15/9/2025), telah berlangsung serangkaian acara perdana “September Hitam” di Kampus 1 UPGRIS. Acara kolektif ini diusung oleh kawan-kawan dari UKM KIAS, VOKAL, GEMA, IMMORTAL, serta BEM FH, BEM FTI dan HIMA PBSI. Istilah September Hitamsendiri diambil karena September menjadi saksi berbagai pelanggaran HAM di Indonesia. Mulaidari pelanggaran HAM masa lalu yang belum terselesaikan dan catatan pelanggaran HAM yangterus bertambah hingga saat ini. Kegiatan ini berlangsung 2 hari berturut-turut pada tanggal 15-16 September 2025 sebagai upaya merawat ingatan tentang bagaimana pelanggaran HAM terusterjadi dan bagaimana negara sering melakukan pengabaian atas penyelesaiannya.
Acara ini digelar secara gratis dan terbuka untuk umum. Hari Pertama diikuti olehpuluhan mahasiswa UPGRIS dan beberapa mahasiswa dari universitas lain. Acara dimulai padapukul 15.30 WIB, yang diawali dengan pameran seni, lapak baca kemudian dianjut screeningfilm dokumenter “Mantra Berbenah” oleh Watchdoc dan Koalisi Masyarakat Sipil untukReformasi Polri (Koalisi RFP) yang rilis 2 minggu lalu pada pukul 19.00 WIB.
Film dokumenter itu sendiri menyoroti kegagalan sistemik dalam institusi kepolisian di Indonesia, termasuk masalah kesewenang-wenangan, kekerasan, pelanggaran HAM, dankorupsi, serta mengkritik upaya reformasi Polri yang masih setengah hati dan belum tuntas.
“Kalau dari screening film tadi, aku jujur jadi lebih apa ya, kayak slogan September Hitam gituya, kita merawat ingatan agar tidak lupa bahwa dari film tadi ditampilkan lagi mengenairepresifitas aparat kepada rakyat, tadi juga ada kekerasan terhadap jurnalis juga diangkat lagi danfilm dokumenter tadi kan (datanya) juga dari 2019 sampai 2025, ternyata memang banyak bangetsampai sekarang masih selalu ada aja kasus, ” ungkap Amalia sebagai peserta September Hitam.
September Hitam menjadi bukti bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran.Berbagai pelanggaran HAM yang tak kunjung ada tindak lanjut dari negara, komnas HAM, danaparat negara, membuat rakyat sungkan untuk menyebut Indonesia sebagai negara yang demokratis.
“Buat aku sih sangat perlu ditangiskan dan bahkan mungkin buat aku sangat suram sekali,” ucapsalah seorang panitia saat ditanya tentang kondisi demokrasi Indonesia saat ini. Ditutup denganharapan yang diungkapkan salah seorang peserta pada malam hari itu.
“Kata ‘Demokrasi‘ kata ‘Demokratis‘ ini itu bukan sekadar kata yang kita gaung-gaungkan di buku pelajaran atau di pidato-pidato kebangsaan, tapi juga beneran di implementasikan gitu,” pungkasnya.
Penulis: Ni’amatus Shofiyah
Reporter: Mutiara Dewi Aisyah
Editor: Ika Nugrahaning Saputri